"Remon Bertahan: Cerita di Balik Segarnya Es Kelapa Remon saat Pandemi"
"Remon Bertahan: Cerita di Balik Segarnya Es Kelapa Remon saat Pandemi"
Tidak ada yang pernah membayangkan bahwa sebuah virus kecil bisa mengguncang dunia, termasuk mengguncang bisnis kecil seperti Es Kelapa Remon—sebuah usaha sederhana yang sudah berdiri sejak tahun 2015. Remon, pemilik sekaligus peracik utama es kelapa segar ini, selalu percaya bahwa rasa yang jujur akan selalu menemukan pembelinya. Tapi semuanya berubah saat pandemi datang.
Awalnya hanya kabar. Lalu jadi sepi.
Ketika berita tentang COVID-19 mulai ramai di televisi dan media sosial, Remon belum terlalu khawatir. "Paling cuma sebentar," pikirnya. Namun hari demi hari, pelanggan mulai berkurang. Biasanya, setiap sore lapaknya dikerumuni anak-anak pulang sekolah, pekerja yang kelelahan, hingga ibu-ibu yang sedang belanja. Tapi saat itu, bangku plastiknya kosong. Suara blender dan suara tawa pelanggan menghilang.
Pukulan pertama datang dari penurunan pendapatan.
Dalam seminggu, penjualan menurun drastis hingga 80%. Buah kelapa yang seharusnya habis dalam dua hari, malah terbuang karena basi. Bahan baku seperti gula, jeruk lemon, dan es batu mulai langka dan mahal. Bahkan beberapa kali Remon harus memilih: beli bahan atau cukupkan uang untuk makan keluarga.
Pukulan kedua datang dari peraturan.
Saat pemerintah menerapkan PSBB, semua warung diharuskan tutup lebih awal. Bahkan ada hari-hari di mana Remon tidak bisa berjualan sama sekali. Ia merasa bingung dan tertekan. Bukan hanya tentang kehilangan penghasilan, tapi tentang kehilangan harapan. Lapaknya yang sederhana kini terlihat seperti simbol dari ketidakpastian.
Namun dari tekanan, muncul inovasi.
Anak sulung Remon, yang kuliah di jurusan komunikasi, memberi ide: "Kenapa nggak coba jualan lewat online, Yah? Kita bisa kirim ke rumah-rumah pelanggan!" Awalnya Remon ragu. Es kelapa kan harus dinikmati saat segar. Tapi dengan sedikit eksperimen, akhirnya ia menemukan cara: es batu dipisah, kelapa dikemas dalam botol tertutup rapat, dan lemonnya disisipkan utuh agar pelanggan bisa meracik sendiri di rumah.
Mereka mulai mempromosikan lewat WhatsApp, Instagram, bahkan bergabung dengan aplikasi pengantaran lokal. Perlahan, pesanan mulai berdatangan. Tidak seperti sebelum pandemi, memang. Tapi cukup untuk membuat dapur tetap berasap, dan harapan tetap hidup.
Kini, setelah pandemi mereda, Es Kelapa Remon hadir dengan semangat baru.
Remon belajar banyak dari masa sulit itu: pentingnya adaptasi, pentingnya teknologi, dan yang terpenting—pentingnya percaya bahwa badai pasti berlalu. Kini ia tak hanya berjualan di lapak, tapi juga rutin mengantar pesanan ke pelanggan setia yang dulu dikenalnya dari masa krisis.
Karena bagi Remon, es kelapa bukan hanya soal menyegarkan tenggorokan. Tapi juga tentang bertahan, dan berbagi rasa segar di tengah dunia yang sempat kehilangan senyum.
omg pasti seger bgt
ReplyDeletenyam nyam slurrpp slurrpp
ReplyDeletemenarik
ReplyDeletewow
ReplyDelete